Kisah ini tidak akan pernah terlupa...
Penginspirasinya juga...Kebencian terhadap amour pasti masih melekat...begitupun amour terhadap penginspirasi...
Apapun yang terjadi, rasa bersalah terus menghantui jika tidak saling mengikhlaskan....
Begitupula terhadap seseorang yang mengispirasi kisah ini...
Meskipun tersimpan rasa dendam...masih ada tersimpan kisah manis.
Harus diikhlaskan. Terima kasih kepada seseorang yang telah mengispirasi kisah ini...
Keterbatasan Orang Tua
“Berbohong itu dosa nak...”
Orang tua selalu mengatakan hal itu ketika kita kecil. Namun, perkataan orang tua tidak konsisten lagi ketika mereka mengkondisikan berbohong menjadi kebiasaan. Hal ini terjadi pada anak bernama Hari yang memiliki orang tua yang selalu mengatur hidupnya dan selalu menuntutnya ini dan itu.
“Hari! Dimana kamu? Sama siapa? Ada acara apa? Kenapa pulang telat? Kamu ini goblok! Kamu tolol! Anak durhaka! Anak ga tau diri! Ngapain kamu main terus? Belajar! Tugas kamu Cuma belajar bukan main!!!! Kamu tu yah, ngelawan orang tua aja! Kamu berani yah bohongin orang tua! Orang tua itu selalu benar, anak selalu salah...jadi kamu gak usah ngelawan! Karena kamu itu selalu salah! Udah deh ngapain ikut kegiatan kaya gitu, masih goblok juga kamu!”
Kata-kata itu yang sering diterima Hari sejak ia kecil. Bayangkan, sudah sejak Hari SD, ia diperlakukan seperti itu hingga saat ini. Hari kini adalah seorang Mahasiswa yang pandai di salah satu Universitas Negeri. Ia seorang pemuda yang terlihat ceria, mudah bergaul, pandai, berbakat, namun siapa sangka ia memiliki jalan hidup penuh tekanan dari orang tua yang otoriter.
Hukuman yang diterima Hari, yaitu:
- Dicaci maki hingga kepala ingin pecah rasanya => Ini adalah resiko hukuman yang paling ringan dari yang lain.
- Diludahi
- Kepala ditenggelamkan dalam bak mandi
- Ditampar
Ehm-ehm...
Aduh, rasanya sakit perut waktu tahu hukuman yang Hari terima. Beruntung bagi kamu yang memiliki orang tua demokratis, yang tentunya pengertian, perhatian, dan mau mendengarkan pendapat anak dengan terbuka. Bayangkan jika memiliki orang tua seperti orang tua Hari.
Hari selalu bertanya dalam hati ketika orang tunya marah kepada. “Apa bener gw anak kandung mama papa? Apa ia mereka orang tua gw? Kenapa mereka memperlakukan gw kaya gini? Kenapa w jujur dicaci, w bohong juga dicaci? Apa yang harus gw lakukan agar mereka percaya dengan gw dan berhenti ngatur hidup gw? Gw udah dewasa, ga perlu terlalu diatur kaya gini. Kenapa mereka selalu memotong pembicaraan gw ketika gw ingin membela diri? Apa dengan mereka merasa mereka selalu benar baik buat gw? Kenapa gw gak bisa punya orang tua seperti teman-teman gw? Apa ini tanda sayang mereka ke gw? Kenapa rasa sayang mereka hanya diukur dari materi yang mereka berikan?”
Anak berbohong bukan karena mereka ingin, tapi karena mereka takut menerima apa yang akan terjadi ketika mereka jujur. Hari tidak pernah berbohong pada siapapun kecuali ORANG TUAnya sendiri. Bayangkan, orang tuanya sendiri.
Bagi orang tua, mungkin ada yang menganggap bahwa memarahi anak adalah cara yang tepat untuk membuat anak jera atau tidak mengulangi kesalahan. Namun, kejujuran seorang anak apakah harus dibalas dengan cacimaki?
Orang tua adalah orang yang pertama kali anak kenal, dekat, dan tahu semua tentang anak. Anak percaya bahwa orang tua akan melindunginya. Tapi, jika anak merasa ingin terbuka terhadap orang tua namun orang tua justru menolak dengan kata-kata kasar, apakah anak akan merasa terlindungi? Apakah anak akan merasa aman? Apakah anak akan JUJUR kepada orang tua?
Contohnya adalah Hari yang ketika SD ingin bermain dengan teman-temannya. Jika ingin bermain, ia selalu di jemput teman-temannya untuk bermain. Tapi, ibunya selalu melarangnya bermain. Ibunya selalu menyuruhnya belajar dan belajar. Padahal Hari sudah lelah dengan terus belajar. Di sekolah belajar dan sepulang sekolah pun harus belajar. Jika Hari membantah, hukuman Hari berlaku. Hal tersebut masih terus Hari rasakan hingga saat ini.
Suatu hari, Hari bermain dengan teman-teman SMPnya sepulang sekolah ke Mall terdekat. Ia hendak refreshing sebentar setelah sekolah. Hari ijin kepada ibunya dengan bilang kalau ia ada kerja kelompok dengan teman-teman sepulang sekolah. Hal ini Hari lakukan karena ibunya yang selalu memarahinya jika ia ingin bermain. Hari tidak mungkin bilang ia akan main. Jika bilang, hukuman berlaku.
Uniknya, jika Hari berbohong pasti ketahuan. Sepulang sekolah Hari melihat ibunya sudah bertolak pinggang, mata melotot, dan pipinya merah seperti sedang melihat mangsa yang hendak diterkam. Ternyata, tetangga Hari ada yang melihat Hari pergi ke Mall. Tetangganya itu kebetulan sedang ada perlu dengan ibunya Hari. Seperti halnya ibu-ibu kebanyakan, jika bertemu pasti ada saja yang dibicarakan termasuk membicarakan Hari yang sedang bermain di Mall bersama teman-temannya. -hukuman dimulai-.
Itu adalah awal Hari berbohong dan awal ibunya beralasan tidak mempercayainya lagi. Hari sakit hati sekali. Ia memendam hal ini belasan tahun lamanya sendirian hingga akhirnya ia mau bercerita pada orang lain, yaitu orang terdekat yang ia percaya. Air mata jatuh ketika ia mendapat perlakuan ibunya yang kasar jika ia melakukan kesalahan, hingga Hari mulai tak menjatuhkan air matanya lagi karena sudah terbiasa.
Hal yang dilakukan Hari yang menurut ibunya kesalahan, seringnya tidak masuk akal. Hari ingin ikut ekstrakurikuler adalah kesalahan. Hari ingin ikut paduan suara dan akan lomba di luar negeri adalah kesalahan. Hari ijin bermain dengan teman-teman ketika liburan panjang adalah kesalahan. Hari ingin menentukan jurusannya sendiri ketika masuk Perguruan Tinggi adalah kesalahan. Hari pulang larut malam karena macet adalah kesalahan. Dan lain sebagainya yang menurut saya bukan kesalahan tapi hal yang bisa dimaklumi dan diskusikan dengan baik.
Hari bosan, sejak dulu hingga ia menjadi mahasiswa kini, yang seharusnya ia mandiri tetap diperlakukan seperti anak-anak yang belum bisa mengatur hidupnya sendiri.
Mungkin Tuhan mentakdirkan Hari hidup mandiri karena jika ia dekat dengan orang tua Hari akan terus tertekan. Hari, sejak SMA tinggal berjauhan dari ayah dan ibunya. Mereka tinggal di kota yang berbeda dan berjauhan hingga saat ini.
Alasan mengapa Hari tidak ingin jujur pada ibunya jika ia akan mengisi liburan panjangnya dengan bermain bersama teman-teman adalah tak lain karena hukuman dan peraturan orang tua terus berlaku. Ia memilih tidak bilang daripada ia dilarang, diatur, dan dicaci.
Ayahnya keras dan terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Ibunya pun lebih keras dari ayahnya. Hari selalu berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak ingin anaknya merasa tertekan seperti dirinya. Ia tidak ingin menjadi orang tua seperti ayah dan ibunya. Ia ingin menerapkan sistem demokrasi dalam keluarganya. Saya bangga dengan pemikiran Hari seperti ini. Bahkan ia bukanlah tipe orang pendendam meskipun orang tuanya selalu meninggalkan luka di hatinya.
Hari adalah orang yang cerdas berdasarkan tes kecerdasan namun rapuh secara psikologis. Meskipun ia hidup di bawah tekanan. Ia tidak diam dalam tekanan yang ada. Ia membuka dirinya diluar tekanan itu, ia mempelajari banyak hal namun tetap kerapuhan itu terlihat. Kecemasan dan ketegangan hidupnya sangat terlihat dibanding kecerdasan dalam berpikir matang2 dalam mengambil keputusan akibat tekanan.
Hari suka melakukan hal yang ia inginkan meskipun orang tua suka ikut campur dan merusak impiannya.
Orang tua Hari seperti angin. Angin yang sejuk, menimbulkan topan, puting beliung, dan tiba-tiba sejuk kembali. Sulit sekali memprediksi perubahan anginnya. Angin itu berubah sesuai kehendak mereka sendiri. Orang tua Hari, khususnya ibunya mudah terpengaruh perkataan orang lain yang membuat ia sering tidak percaya pada anaknya sendiri. Padahal, bagaimanapun anak, seharusnya orang tua tidak hanya mendengarkan perkataan orang lain tapi juga mendengarkan anaknya sendiri dengan tidak menghakimi terlebih dahulu.
Gengsi adalah hal utama yang orang tua Hari miliki. Hingga akhirnya, meskipun mereka melakukan aturan mereka karena sayang terhadap Hari, yang diterima Hari dan disampaikan orang tua tidak terlihat tujuan sebenarnya. Ini membuat Hari menyayangi orang tua karena mereka memberinya uang, bukan karena mereka menyayangi Hari dengan perhatian dan hal-hal yang diharapkan Hari. Sedih sekali jika mengetahui kisah Hari dan orang tuanya yang pasti sebenarnya sangat menyayanginya meskipun cara yang disampaikan tidak tepat.
Orang tua melakukan hal-hal terhadap anak didasari oleh pengalaman mereka. Kita tidak pernah tahu apa pengalaman yang dialami orang tua Hari hingga menerapkan pola asuh seperti itu. Namun, tetap saja setiap orang harus hidup dengan belajar dari pengalaman bukan hidup berdasarkan pengalaman yang ada. Karena pengalaman tidak semua bisa diterapkan di masa berikutnya bukan? Seperti pasir yang disaring dari kerikil yang ikut bercampur. Pengalaman pun disaring seperti pasir. Pengalaman tidak semuanya bisa diambil, tapi dipelajari. Dan Hari pun belum dapat menentukan sikap yang dapat dimengerti orang tuanya (saat itu).
Lalu, akan menjadi seperti apakah Hari di kehidupan selanjutnya?
Bagi yang memiliki orang tua seperti orang tua Hari, apakah yang akan Anda lakukan? Jika Anda adalah orang tua seperti orang tua Hari, apakah yang Anda pikirkan?
Anak adalah titipan Tuhan yang harus dipelihara, dibimbing, diajarkan, dan dijaga dengan baik hingga ia tumbuh dewasa dan mampu memilih jalan hidupnya sendiri. Tapi satu yang pasti ada di benak anak adalah untuk tidak menyalahkan orang tua.
Ada sebuah Kutipan dari Kristine Batasina G. tentang kamu dalam bukunya ‘Curhat Yuk!’ yang sahabat saya berikan kepada saya...
Kamu bukanlah apa kata orang.
Kamu bukanlah bagaimana yang terpancar dari wajah orangtuamu.
Kamu berharga.
Bahkan, tanpa prestasi atau keterampilanmu, kamu tetap berharga. Kelahiranmu ke dunia inilah yang menjadikan dirimu tak ternilai.
Kamu ada.
Kamu hidup.
Dan itu sudah cukup untuk memperjuangkan keadaanmu.
Jangan merasa rendah diri.
Tuhan tidak pernah membuat produk massal.
Dia membuatmu secara personal.
Buktinya, hanya ada satu Einstein di dunia ini.
Hanya ada satu daVinci.
Satu Beethoven.
Satu Bill Gates.
Dan hanya ada satu kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar